Dana Desa
Sebagai Inisiatif Pemerataan Pertumbuhan
Oleh: Ferry Afi
Andi
*Tulisan ini juga dimuat pada majalah Media Keuangan Edisi Desember 2014
Pemberlakuan
UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) pada awal tahun 2014 memberikan
sebuah paradigma baru dalam pemberdayaan masyarakat desa. Utamanya, UU Desa
memberikan desa sumber dana yang lebih besar untuk melaksanakan pembangunan.
Dalam pasal 72 ayat 2 huruf b disebutkan bahwa salah satu sumber dana dalam
APBDesa berasal dari APBN. Besarannya adalah 10 persen dari dan diluar (on top) jumlah transfer ke daerah.
Dengan demikian desa akan memiliki kapasitas keuangan yang lebih memadai dalam
menginisisasi pembangunan di daerahnya masing-masing.
Melihat
kapasitas fiskal dalam APBN yang belum
mencukupi untuk penyediaan dana Desa pada tahun 2015, pelaksanaan penyaluran
dana tambahan untuk desa sebesar 10 persen dari dan diluar transfer ke daerah
belum dapat dilakukan sepenuhnya. Oleh karena itu pemenuhan kebutuhan Dana Desa
akan dilakukan bertahap untuk pada akhirnya mencapai 10 persen dari transfer ke
daerah sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang.
Pertanggungjawaban
keuangan negara membutuhkan kemampuan memadai dalam mengerti peraturan
pengelolaan keuangan negara. Selain itu kapasitas desa dalam melaksanakan kegiatan
pembangunan juga perlu mendapat perhatian lebih lanjut. Oleh karena itu
diperlukan pengawasan dan pendampingan dari Pemerintah maupun Pemda dalam
pelaksanaannya.
Penganggaran Dana Desa
UU Desa
mengamanatkan pemerintah pusat untuk mengalokasikan Dana Desa yang berasal dari
belanja pusat dengan mengefektifkan program berbasis desa secara merata dan
berkeadilan. Besaran Dana Desa dalam RAPBN tahun 2015 adalah Rp 9.066,2
Milliar. Jumlah tersebut tentu masih jauh dibawah angka 10% dari anggaran transfer
daerah yang sebesar Rp 630 Trilliun. Jumlah ini akan ditingkatkan bertahap
sehingga mencapai angka yang diamanatkan oleh UU Desa.
Selain Dana
Desa, untuk tahun 2015 sumber dana pembangunan desa dari APBN juga berasal dari
K/L yang mempunyai kegiatan berbasis desa. Dalam pasal 31 PP Nomor 60 Tahun
2014 tentang Dana Desa yang Bersumber Dari APBN disebutkan bahwa K/L yang
mempunyai kegiatan berbasis desa tetap dapat mengajukan anggaran untuk kegiatan
yang berbasis desa selama alokasi Dana Desa belum memenuhi ketentuan UU Desa. Hal
ini tentu merupakan proses transisi untuk secara bertahap mengalokasikan Dana
Desa sesuai dengan UU Desa.
Dana Desa diproritaskan untuk membiayai pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat desa disamping untuk membiayai penyelengaraan
pemerintahan dan kemasyarakatan. Dana Desa juga dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan
primer pangan, sandang, dan papan masyarakat dalam rangka pengentasan kemiskinan. Penetapan prioritas ini dilakukan oleh Menteri
yang menangani desa, setelah berkoordinasi dengan menteri yang
menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perencanaan
pembangunan
nasional, Menteri Keuangan,
dan Menteri teknis/pimpinan lembaga pemerintah
nonkementerian. Prioritas
penggunaan Dana Desa ini ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerinta (RKP)
Pemberdayaan Masyarakat Desa
Dalam Pembangunan
Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat. Untuk tahun 2014 Dana Desa
diprioritaskan untuk program kegiatan yang meliputi: (i) pengentasan masyarakat miskin; (ii) peningkatan pelayanan kesehatan; (iii) infrastruktur dan/atau (iv) pertanian.
Dalam melaksanakan kegiatan tersebut, masyarakat desa
membutuhkan arahan dari Pemerintah dan Pemda agar kegiatan dapat terlaksana
dengan baik secara teknis maupun administratif. UU Desa mengamanatkan kepada
Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Provinsi untuk melakukan pendampingan dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pemantauan Pembangunan
Desa dan Kawasan Perdesaan dalam rangka memberdayakan masyarakatan desa.
Secara umum proyek yang dikerjakan dengan pemberdayaan
masyarakat berdampak positif bagi pembangunan perekonomian desa. Hal ini dapat
dilihat dari Laporan Akhir Studi Skala Kecil Analisis Manfaat Ekonomi Proyek
Infrastruktur PNPM Mandiri Pedesaan Periode April-Juli 2012 yang dilaakukan Tim
independen World Bank untuk PNPM Support
Facility yang dilakukan untuk
menghitung manfaat ekonomi dari proyek infrastruktur yang dikerjaan di beberapa
wilayah pedesaan. Laporan tersebut menghitung Economic Intenal Rate of Return (EIRR), General Income Multiplier, dan penghematan dari pengerjaan proyek
oleh masyarakat desa dibandingkan dengan apabila proyek tersebut dilakukan
melalui Pemda. Survey dilakukan terhadap 48 proyek di 4 wilayah provinsi.
Hasil yang didapatkan adalah seluruh proyek yang
dilakukan melalui PNPM Mandiri Pedesaan memiliki kelayakan ekonomi jika dilihat
dari EIRR. Standar Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia, mensyaratkan untuk memiliki EIRR lebih dari 12% untuk
dianggap memiliki kelayakan ekonomi. Tabel 1 menunjukkan 12 proyek di Jawa
Tengah menghasilkan EIRR di atas 100% karena besarnya manfaat yang dihasilkan, dan proyek-proyek
lain di tiga provinsi
lainnya rata-rata nilai EIRR-nya tidak lebih dari 40%. Manfaat yang besar didapatkan karena
terbukanya akses transportasi dan peningkatan produksi pertanian.
Tabel
1. Economic Internal Rate of Return
Sumber:
PNPM Support Facility (2012)
Namun terdapat perbedaan manfaat ekonomi antara satu
daerah dengan daerah lainnya. Sebagai contoh irigasi di daerah jawa tengah
memiliki EIRR paling tinggi karena dapat meningkatkan jumlah masa tanam dan
luasan wilayah sawah yang mendapatkan pengairan yang akhirnya meningkatkan
produksi pertanian. Sedangkan daerah lainnya tidak memiliki tingkat kesuburan
tanah seperti Jawa tengah.
Pengaruh proyek terhadap kegiatan perekonomian tergambarkan
dalam general income multiplier yang
terlihat pada tabel 2. Semakin tinggi nilai tambah yang diberikan oleh sebuah
proyek maka akan semakin besar perputaran uang yang terjadi di daerah tersebut.
Dari kegiatan yang disurvey, multiplier yang dihasilkan sebesar
Rp2,27 milliar. Jumlah ini cukup signifikan untuk perekonomian daerah pedesaan.
Tabel 2. General
Income Multiplier
Untuk menghitung penghematan yang diperoleh dari
proyek PNPM Mandiri, nilai proyek yang dikeluarkan dihitung kembali menggunakan
standar biaya umum pemda untuk mendapatkan gambaran berapa biaya yang
dikeluarkan jika proyek tersebut dilaksanakan oleh Pemda. Tabel 3 menunjukan
penghematan jika bantuan swadaya masyarakat dinilai dan dimasukkan kedalam
komponen biaya konstruksi dari proyek infrastruktur. Dalam ha ini penghematan
yang didapatkan secara total mencapai hampir 25 persen dari nilai proyek atau
sekitar Rp1,6 milliar.
Tabel 3. Penghematan Biaya Konstruksi (Dengan Swadaya)
PNPM VS Pemda
Sumber: PNPM Support Facility (2012)
Tabel 4 memperlihatkan jumlah penghematan yang
diperoleh dari proyek yang dilaksanakan oleh masyarakat desa dengan tidak memperhitungkan
biaya dari bantuan swadaya masyarakat. Dapat kita lihat pada tabel 4 secara
total penghematan yang terjadi lebih dari 36 persen atau sekitar Rp2,2 milliar.
Jadi pengerjaan proyek secara mandiri oleh masyarakat desa lebih efisien.
Tabel4. Penghematan Biaya Konstruksi (Tanpa Biaya
Swadaya) PNPM VS Pemda
Sumber: PNPM Support Facility (2012)
Penutup
Melihat Laporan Akhir Studi Skala Kecil Analisis
Manfaat Ekonomi Proyek Infrastruktur PNPM Mandiri Pedesaan Periode April-Juli
2012, dapat kita lihat bahwa potensi petumbuhan ekonomi pedesaan cukup besar
apabila proyek infrastuktur dilakukan dengan memberdayakan masyarakat desa. Dengan
demikian akan terwujud pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Sentra-sentra
pertumbuhan akan tumbuh secara sporadis jika pembangunan desa dilakukan secara
bersama-sama. Pemberian sumber dana yang memadai untuk membangun daerahnya
masing-masing akan memungkin hal tersebut diatas.
Pemberian dana saja tentu belum cukup untuk
mengoptimalkan pembangunan di daerah pedesaan. Diperlukan pendampingan baik
dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah daerah agar
terjadi peningkatan kapasitas desa dalam mengelola Dana Desa dan memberdayakan
masyarakat desa dalam hal teknis pelaksanaan kegiatan maupun dalam hal
pertanggung jawaban adminstrasi keuangan negara.
Pemerintah terus mengusahakan agar pemenuhan besaran Dana
Desa sebagaimana diamanatkan oleh UU Desa dapat segera terlaksana. Namun
mengingat ruang fiskal dalam APBN, untuk sementara Pemerintah masih
memungkinkan Kementerian dan Lembaga untuk tetap mengajukan anggaran kegiatan
berbasis desa. Hal ini juga ditujukan untuk melakukan pengawasan, pemantauan
dan pendampingan kepada desa dalam rangka pemberdayaan masyarakat desa dalam
pembangunan daerah perdesaan sebagaimana diamanatkan oleh UU Desa.
** Tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis dan tidak mengatasnamakan instansi manapun




Tidak ada komentar:
Posting Komentar